Selasa, 02 November 2010

Di Kafe itu, suatu siang


Aku duduk disalah satu sudut café di bandara Polonia. Menikmati secangkir kopi. Setengah jam lagi aku akan memasuki pesawat yang akan membawaku ke Jakarta. Dan separuh hatiku yakin, dia pasti akan datang. Menyusulku. Sebentar lagi.

Dia. Ya dia. Laki laki yang mengisi hari hariku selama dua minggu dikota ini. Teringat pertemuan pertamaku dengannya disebuah café dekat tempat aku bertugas. Dia yang waktu itu duduk sendiri, sementara aku yang kelimpungan mencari cari kemungkinan ada tempat duduk kosong yang bisa aku tempati sekedar untuk menikmati makan siang yang terlambat karena kesibukanku bekerja.
“Duduk disini aja mbak !”tawarnya
“eh, iya makasih mas. Maaf loh ganggu makan siangnya..! “
“gak pa pa kok mbak, santai aja. Tempat ini memang suka penuh kalo jam makan siang.. oh ya kenalkan. Nama saya Diva !”
“Mega. Nama saya Mega … !”
Semenjak itu, kami sering menghabiskan waktu makan siang bersama. Tak banyak yang kami ceritakan selain mengenai pekerjaan. Diva adalah sosok teman yang asik diajak bicara. Dia sangat suka bercanda. Terkadang aku sendiri sulit membedakan kapan dia serius, kapan dia bercanda. Satu hal yang tidak pernah diceritakannya adalah soal pribadinya. Ya baguslah. Setidaknya aku juga tidak perlu menceritakan masalah pribadiku padanya. Tapi suatu hari, diluar dugaanku….
“Aku jatuh cinta..! katanya waktu itu
“Oh ya, sama siapa ..?”jawabku sekenanya
Sejujurnya aku kaget dengan pembicaraan yang tiba-tiba. Telingaku sepertinya tidak siap mendengarnya.
“Ya ama ceweklah.. masa ama cowok..!! sungutnya
Spontan aku tertawa. Hampir saja aku menghamburkan sebagian isi mulutku. Aku pun menjewer telinganya.
“Idih.. pake jewer lagi. Emang kita cowok apaaaaannn ..!”
“Diva, serius ah, jatuh cinta ma siapa ..?”
“Doh, dia penasaran.. hahaha canda non..! dah ah. Lanjutin makannya. Aku mau buru buru balik kantor nih..!” tanpa merasa berdosa dia menghabiskan sisa makanannya dan membiarkan aku dalam lamunanku. “Diva jatuh cinta..?”

“Diva..!”
“Hmm ya..”
“mmm.. kamu serius lagi jatuh cinta..?”
“hu um. Kenapa ? cemburu ya ..” Diva mengedipkan matanya
“ye, gak lah. Cuma penasaran aja. Ama siapa sih. Kemarin itu kan omongan kamu keputus… ! cerita dunk..!
Diva memandangku tajam. Tak berkedip. Tak ada senyum dibibirnya. Sepertinya dia lagi serius. Aku gak pernah melihat mimik mukanya seperti ini. Diva yang aku tahu selalu penuh canda. Tapi kali ini…
“Aku jatuh cinta sama kamu..!
“Apa..?”aku setengah berteriak. Kaget dengan pengakuannya.
“Aku jatuh cinta sama kamu..!” Percaya gak..?”
“Gak lah, gak mungkin kamu jatuh cinta sama aku..! jawabku spontan. Entah bagaimana wajahku ketika itu.
“hahaha, ya iyalah. Gak mungkin aku jatuh ama kamu. Aku cuma pengen bikin kamu kaget aja. Wajahmu itu loh, kalo kaget jadi culun banget..!” Diva tertawa. Sepertinya puas telah mengobok obok jantungku.
“Diva…!!! Canda Mulu..!! Aku berteriak kesal, lalu menghujam tubuhnya dengan cubitanku yang terkenal pedas. Diva berteriak kesakitan. Tapi dia masih saja tertawa.
Ah Diva. Andai kamu tahu. Setelah perkataan “cinta” itu, aku yang tadinya menganggapmu hanya sekedar teman sekarang malah sering memikirkanmu. Seperti ada perasaan yang berbeda. Entah apa. Aku jadi sering diam saat kita ketemu. Aku jadi mudah tersipu saat kamu menggodaku dengan candaan candaanmu.
“Kamu kenapa sih, sekarang agak pendiam..!”
“Gak pa pa Div. Lagi bad mood aja kali. Ntar juga ilang.”
“Hm gimana kalo ntar pulang kerja kita nonton. Mau gak ..?”
“Gak ah Div, aku mau langsung pulang aja. Puyeng..!
“Loh, katanya bad mood…..!”
“Lusa aku pulang ke Jakarta. Kerjaanku disini udah kelar..!”
“Hmm trus.. itu yang bikin kamu bad mood ?”
“Mungkin kita gak bisa ketemu lagi Div..!”
“Loh, kan masih bisa epunan..” jawabmu heran
“Iya, tapi kan gak bisa ketemuan. “ sungutku
“Kamu takut kangen ya ma aku.. Aku janji deh luangin waktu ngunjungin kamu ke Jakarta..!”
“Huh Ge Re dah tuh… Gak usah janji ah..!
Tiba-tiba Diva menggenggam tanganku. Diam. Tidak mengeluarkan sepatah katapun. Aku melepaskan tanganku.
“Aku pulang..! Lusa aku berangkat pagi jam 9. Besok mungkin aku gak bisa makan siang bareng kamu lagi. Makasih ya Div untuk pertemanan kita selama ini..!”
Diva tidak berkata apa apa. Dia hanya menatapku. Seperti ada yang ingin dikatakannya. Entah apa.

Aku melaju mobilku mengitari kota ini. Melihat lihat karena malam ini adalah malam terakhirku disini. Kota ini, kota yang memberiku sebuah kenangan tentang seorang Diva. Aku teringat cara Diva memandangku kemarin siang. Pandangannya itu seperti seorang pencuri. Tapi ketika pandangan itu beralih, aku sedikitpun tidak merasa kehilangan. Justru sebaliknya. Dia meninggalkan rona aneh didiriku. Dia tlah berhasil mencuri satu satunya milikku. Hatiku. Kubiarkan hatiku hanyut dalam lautan asmara karena alasan yang sepele. Perasaan cinta. Aku tak berharap apa apa dari perasaan itu. Aku tahu, bahwa besok aku akan pergi meninggalkan kota ini. Dan laki laki itu. Dia hanyalah sebuah kenangan.
Sepuluh menit lagi. Aku melirik jarum di jam tanganku. Kenapa dia gak datang ? Apa mungkin dia sibuk ? Ah sudahlah, pikirku. Aku mendengar pengumuman keberangkatan dari petugas lalu bergegas memasuki pesawat. Aku mengkhayalkan adegan sebuah sinetron dimana tokoh perempuan mengencangkan sabuk pengamannya, tiba tiba bahunya disentuh seseorang. Dan saat dia berpaling, laki laki pujannya telah duduk disampingnya dengan senyuman manis. Tapi semua itu cuma angan. Huft.
Aku tertidur dalam penerbangan singkat Medan-Jakarta. Aku tak mau memikirkan apa apa. Segala yang terjadi dua minggu kemarin tinggallah kenangan. Aku tersentak ketika pesawat sedikit terguncang saat rodanya menyentuh landasan. Ah, sudah sampai rupanya. AKu melepas sabuk pengaman, lalu bergegas menuruni pesawat lalu berjalan melewati pos pemeriksaan.
“Kau bahkan tak mengucapkan selamat tinggal.!”
Spontan aku menoleh kearah suara dibelakangku.
“Diva ? Kamu… ? Aku kaget. Setengah heran. Mencubit tanganku sendiri. “awww..”
“Kenapa ? Kaget… ?”
“Kenapa disini..?” tanyaku
Diva tak menjawab pertanyaanku. Aku melihat ada binar cahaya dalam tatapannya. Bibirnya tersenyum simpul. Menimbulkan tanda tanya besar dikepalaku.
“Gimana bisa kamu nyusulin aku kemari ?” aku mengulang pertanyaanku. Sesungguhnya aku tak mau tahu, aku hanya butuh waktu sesaat untuk menenangkan hatiku yang tak karuan.
“Dibandara Polonia tadi aku melihatmu duduk sendiri. Aku bisa saja menghampirimu ketika itu. Tapi aku pasti kelihatan sangat romantis. Jadi aku putuskan untuk ikut bersamamu kemari. Mencari tiket pesawat yang sama denganmu. Melihatmu memandang kearah luar pesawat. Seperti ada yang kamu tunggu. Aku juga melihatmu tertidur pulas. Cantik sekali. Dan aku ingin meyakinkan diriku, bahwa inilah yang aku mau. Dan aku berharap keinginan kita sama. Bahwa kau sebenarnya menantikan kedatanganku. Bahwa segala tekad dan keteguhan hati didunia ini tak pernah kuasa mencegah cinta yang mampu mengubah skenario kehidupan dalam sekejap. Ternyata menjadi romantis seperti adegan sinetron itu jauh lebih mudah ya..” kerlingnya.
Aku tersenyum.
“Aku menunggumu dari tadi..”kataku
“Aku tahu..”
Diva memelukku. Ada setetes air mata mengalir dipipiku. Aku tak tahu pasti akankan lebih mudah atau rumit perjalanan cinta kami nantinya. Tapi aku tak peduli. Walaupun ada jarak yang sangat jauh akan memisahkan kami. Meskipun aku belum lama mengenal laki laki ini. Tetapi setelah takdir datang memilih. Aku berpikir bahwa tak ada suatu kebetulan. Perjumpaan yang sungguh bermakna pasti telah direncanakan Tuhan pada dua jiwa manusia, jauh hari sebelum raga mereka bertemu. Seperti kedatanganku di kafe itu. Pada suatu siang.

2 komentar: