Kamis, 13 Januari 2011

Benang Merah Cinta


Masih saja cerita tentangmu. Laki laki yang pernah menungguku diujung senja kota itu. Menantiku hingga fajar menjemput pagi. Dan aku tak datang. Bukan aku tak mau. Tapi langkah kakiku terhadang oleh cemburu. Ah. cemburu memang menyesatkan. Dan aku selalu menyadarinya belakangan. Dan apakah aku menyesal ?


Mungkin jawabannya adalah iya. Karena seketika itu juga kau menghilang tanpa jejak. Tak menyisakan sedikit kabar di secarik kertas untukku. Membuatku mencari cari, menyusuri langkah pergimu yang telah tersapu debu . Kau dimana ? Berikan sedikit petunjuk untukku.. kataku waktu itu. Hingga asaku pun putus ara. Dan aku memutuskan hati untuk menunggu saja.

Tapi apa sekarang aku menyesal ? Mungkin tidak. Karena ternyata waktu memberiku pertahanan yang kuat untuk menunggu. Setelah jejak yang tersapu debu itu, aku tlah tau. Kau pergi bukan karena aku tak menepati janjiku. Tapi karena keegoisan cintamu yang memberi batas benang merah antara kita. Jika aku ada maka kau buka hatimu untukku. Jika tidak.... maka kau akan hilang tersapu abu.

Selalu ada pamrih dibatas tipis benang merah itu. Padahal cinta bukanlah tentang harga yang harus dibayar. Tak bisa disamakan dengan hukum sebab akibat. Jika kau begini maka akupun begitu. Karena cinta adalah kesetiaan tak terbatas. Cinta itu tak menuntut. Karena cinta adalah pengertian. Cinta itu bukan karena aku atau karena kau. Karena cinta adalah kita.

Belasan hari tlah berlalu. Meski dentangan jam terus memperingatkanku untuk melangkah maju, keluar dari lingkaran merah itu. Tapi tetap saja... ketika pagi merekah mentari, aku masih tegak pertahankan kakiku disini. Menunggumu. Dalam lingkaran rindu.

2 komentar:

  1. Ga ada cinta yang tidak pamrih. Semua "take and give". Kalau pun ada, mungkin hanya cinta ibu kepada anaknya..

    BalasHapus
  2. insitemyhead : Mungkin kita beda pandang soal yang satu ini :)

    BalasHapus