Author : Indi
Genre : Non Fiksi
Publisher : Homerian Pustaka
Katanya pengalaman adalah guru terbaik dan akan semakin bernilai jika bisa menjadikan hidup lebih bermakna. Bagi yang sudah menjelajahi buku pertama best sellernya Waktu Aku Sama Mika, pasti ingin segera ingin membaca buku yang kedua ini. Seperti yang diceritakan di buku pertama, dia menderita scoliosis, kelainan pada tulang belakang. Di buku yang kedua ini, gaya penulisan Indi lebih dewasa.
Dimulai dari kelahirannya, memasuki bangku TK dan SD, sampai akhirnya pindah sekolah dan duduk di bangku SMP, semua yang dia alami diceritakan disini dengan sangat manis. Kesedihannya terhadap penyakit yang disadarinya sejak SMP diungkapkan dengan sederhana, namun sangat menyentuh. Diapun sempat mengungkapkan ketidaksukaannya kepada dokter yang menyuruhnya melepaskan semua pakaiannya saat pemeriksaan. Padahal waktu itu dia sudah SMP. Melalui tulisannya pembaca dapat merasakan gejolak emosinya.
Persahabatan dikhianatai kemudian bertemu dan ditinggalkan Mika, cerita hidup yang memikat. Mungkin yang ingin disampaikannya adalah bahwa cinta mampu menyempurnakan hidup, dengan catatan siempunya hidup tidak mengeluh.
Cinta yang dia dapat dari Ray, pacarnya sekarang begitu sempura tanpa menggeser sedikitpun perasaannya terhadap Mika. Cinta dari orang-orang terdekatnya tak hanya menyemangarinya, namun juga melahirkan karya-karya yang menjadi inspirasi bagi penderita Scolisis lain. Kalau Indi dulu suka tertutup karena penyakit tulang belakanganya, maka atas nama kesempurnaan cinta, ketulusan diri dan cintanya kini menjadi semangat bagi banyak bagi penderita Scoliosis , termasuk penderita HIV/AIDS.
Genre : Non Fiksi
Publisher : Homerian Pustaka
Katanya pengalaman adalah guru terbaik dan akan semakin bernilai jika bisa menjadikan hidup lebih bermakna. Bagi yang sudah menjelajahi buku pertama best sellernya Waktu Aku Sama Mika, pasti ingin segera ingin membaca buku yang kedua ini. Seperti yang diceritakan di buku pertama, dia menderita scoliosis, kelainan pada tulang belakang. Di buku yang kedua ini, gaya penulisan Indi lebih dewasa.
Dimulai dari kelahirannya, memasuki bangku TK dan SD, sampai akhirnya pindah sekolah dan duduk di bangku SMP, semua yang dia alami diceritakan disini dengan sangat manis. Kesedihannya terhadap penyakit yang disadarinya sejak SMP diungkapkan dengan sederhana, namun sangat menyentuh. Diapun sempat mengungkapkan ketidaksukaannya kepada dokter yang menyuruhnya melepaskan semua pakaiannya saat pemeriksaan. Padahal waktu itu dia sudah SMP. Melalui tulisannya pembaca dapat merasakan gejolak emosinya.
Persahabatan dikhianatai kemudian bertemu dan ditinggalkan Mika, cerita hidup yang memikat. Mungkin yang ingin disampaikannya adalah bahwa cinta mampu menyempurnakan hidup, dengan catatan siempunya hidup tidak mengeluh.
Cinta yang dia dapat dari Ray, pacarnya sekarang begitu sempura tanpa menggeser sedikitpun perasaannya terhadap Mika. Cinta dari orang-orang terdekatnya tak hanya menyemangarinya, namun juga melahirkan karya-karya yang menjadi inspirasi bagi penderita Scolisis lain. Kalau Indi dulu suka tertutup karena penyakit tulang belakanganya, maka atas nama kesempurnaan cinta, ketulusan diri dan cintanya kini menjadi semangat bagi banyak bagi penderita Scoliosis , termasuk penderita HIV/AIDS.
Terima kasih untuk review'nya ya :)
BalasHapusBagus...:D aku juga udah beli dan baca bukunya, setuju deh sama kamu :)
BalasHapusdunia kecil indi : Makasih mbak udah mampir.. duh senengnya :)
BalasHapusaqua : hu um :) makasih udah mampir :D