Ada satu kejadian yang aku ingat ketika aku masih berusia 13 tahun. Waktu itu aku dan sahabatku Leva pergi rekreasi ke Pantai Cermin. Salah satu pantai dipinggiran kota Medan. Begitu sampai disana kami berlari kearah pantai dan berenang. Kami bercanda dan tertawa bersama. Suasana sungguh menyenangkan.
Untuk suatu saat aku merasa lelah. Aku tidak dapat menyentuh dasar air laut karena ternyata sekarang aku berada di tempat bagian air yang dalam. Aku mengambang dengan punggungku berusaha mengembalikan lagi kekuatanku kemudian kembali ke pinggiran pantai. Ketika mengangkat kepala, aku mulai ketakutan, ternyata aku sudah berada di tengah laut, sangat jauh dari pinggir pantai dan dari orang-orang. Aku pun panic, tak dapat menguasai diriku. Aku merasakan diriku tenggelam dan mulai merasakan asinnya air laut ditenggorokanku.
Rasa panik semakin menyelimutiku. Aku berusaha berteriak sekeras mungkin meminta pertolongan. Aku melihat Leva berenang menuju pantai. Aku heran, apa dia tidak mendengar teriakanku ? Aku mulai putus asa. Aku kembali tenggelam dan merasa mungkin disinilah akhir kehidupanku. Aku mulai kembali mengingat kehidupanku, semua hal yang aku lakukan sebelumnya. Aku mengingat ibu, apakah ia akan baik baik saja setelah aku tiada nanti ? Lalu siapa yang akan membantu ayah mengantar adikku sekolah ? Dalam ketidak sadaranku aku berdoa semoga mereka baik baik saja. Ingin sekali ku katakan kepada mereka bahwa aku sangat mencintai mereka. Tuhan, jangan ambil nyawaku. Aku mohon.
Aku tidak merasakan ada tangan kuat yang menarikku kepinggiran pantai. Seorang pemuda dengan wajah pucat berdiri dihadapanku. Ia menggoyang goyang tubuhkan dan bertanya apakah aku baik baik saja. Aku mulai memuntahkan banyak air dan mencoba untuk kembali bernafas. Akhirnya aku bisa menganggukkan kepala, member isyarat padanya, bahwa aku baik baik saja. Aku menoleh, melihat Leva yang pucat dan hampir menangis. Aku pun menyadari, mengapa ia berenang ketepi pantai, ternyata dia mencoba mencari pertolongan untukku.
Aku berusaha untuk bangun dan berjalan. Tapi kakiku masih terlalu lemah. Akupun memutuskan untuk duduk saja. Aku sangat berterima kasih kepada Tuhan karena masih memberikan aku kehidupan. Leva masih duduk disebelahku. Masih dengan wajah pucat. Ternyata dia masih shock.
Pada saat itu aku merasa ada yang berubah dihidupku. Tiba-tiba dalam indahnya pesona kehidupan aku merasa bahwa aku tidak pernah bersyukur atas apa yang telah diberikan Tuhan padaku. Ternyata hidup ini sangat berharga. Ada keajaiban lembut disetiap detakan jantung dan aku menyadarinya ketika mendapat kesempatan kedua. Dalam peristiwa itu, aku pun tahu bahwa aku bukanlah manusia yang tak terkalahkan. Dengan penuh rasa syukur aku memandang Leva dan aku kembali menyadari satu hal berharga dari peristiwa ini. Yaitu arti sahabat.
Mirip2 sii,gw prnh d tinggal_tepat.a si ketinggalan..hehe.._ tmen2 gw d gnung bunder dlm hutan.takut,bingung mw ngapain.putus asa g tw jaln turun,gw nang!s.._tp,g ad yg tw,jgn bilang2 ya.._untung_msh untung aja..hiihi.._ada tmen yg jaln blakangan,pas mantapph..gw liet mrk..alhamdulillaaahh..selamet..selamet..smbl lari2 kecil ngapus aer mata..g jd dah d mkan macan,benak gw..haha..mrk cuma mlongo liet gw yg nyengir2 kucing..
BalasHapusHikmah.a,gw sadar tmen adl sgala.a..dan ternyata kt g ad apa2.a d hadapan-Nya.d tngah hutan bg!ni lg..Trims Ya Alloh u/ kesempatan hidup ini...